Etika Jembatan Individu, Keluarga dan Masyarakat

Etika dari sudut pandang Islam bukan hanya moralitas agama yang tercermin dalam pelaksanaan beberapa amalan seperti salat, tidak makan daging babi, dan tidak mengonsumsi alkohol. Tetapi etika mencakup semua aspek kehidupan, fisik, moral, spiritual, dalam bentuk sekuler, intelektual, emosional, individual, dan kolektif.

Islam memiliki perspektif etika yang komprehensif dengan mengambil gambaran utuh tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia. Etika tidak mempertimbangkan satu standar saja seperti konsekuensi dari suatu tindakan sebagaimana dikemukakan oleh teori utilitarian dan teori egoisme.

Selain itu, prinsip-prinsip Islam tidak bertentangan dengan fakta-fakta ilmiah dan teori-teori logis, baik yang dikemukakan oleh ilmuwan Muslim maupun non-Muslim. Setidaknya ada tiga jenis etika dalam masyarakat, yaitu etika yang berhubungan dengan individu, keluarga, dan masyarakat.

Etika yang berkaitan dengan individu mencakup hal-hal seperti umat Islam harus menjaga diri dengan makan dan minum tanpa menyia-nyiakan (tabdhir). Kejujuran, pengendalian diri dan kemurnian diri, kepercayaan, kebenaran, kesucian, kesopanan dan integritas, adalah contoh dari etika individu.

Selain itu, ada etika yang berkaitan dengan keluarga. Misalnya, seorang suami harus memperlakukan istrinya dengan sopan dan etis. Allah Swt. berfirman:
“Hiduplah bersama mereka (wanita-wanitamu) di atas pijakan yang baik dan keadilan.” (QS 4:19).

Islam sangat menganjurkan anak-anak untuk menjaga orang tuanya. Al-Qur’an (46:15) mengatakan:
“Kami telah memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada orang tuanya.”

Islam melarang orang tua membunuh anak-anak mereka karena takut kemiskinan sebagaimana firman Allah:
“Jangan membunuh anak-anak Anda karena takut miskin: Kami akan memberikan rizki untuk mereka dan juga untuk Anda, membunuh mereka adalah dosa besar.” (QS. 17:31).

Menghormati orang tua, menunjukkan kebaikan kepada anak kecil, dan keadilan dalam berurusan dengan anak adalah contoh etika yang berhubungan dengan keluarga. Selanjutnya, ada etika yang berkaitan dengan masyarakat pada umumnya.

Misalnya, Islam memberikan tuntunan tentang tata krama memasuki rumah orang lain. Allah berfirman:
“Janganlah kamu memasuki rumah orang lain sebelum kamu meminta izin dan memberi salam kepada orang-orang yang ada di dalamnya: itulah yang terbaik bagimu, agar kamu memperhatikan.” (QS 24:27).

Mengenai ekonomi, Allah berfirman:
“Celakalah orang-orang yang melakukan kecurangan. Orang-orang yang ketika mereka menerima takaran dari orang lain, mereka menginginkan takaran yang penuh. Tetapi ketika mereka harus memberi takaran kepada orang lain, mereka menguranginya.” (QS. 83:1-3).

Dalam politik dan pemerintahan, Allah berfirman:
“Allah memerintahkan kamu untuk mengembalikan amanahmu kepada orang yang berhak; dan ketika kamu memutuskan di antara manusia, maka kamu menghakimi dengan adil.” (QS. 4:58).

Keutamaan kerja sama, menjaga privasi orang lain, menahan diri dari gosip, larangan merampok, larangan menipu, larangan ketidakadilan, menyebarkan persaudaraan, persahabatan, dan cinta di antara semua anggota masyarakat adalah contoh etika yang berkaitan dengan masyarakat pada umumnya.

Pedoman Utama Penghakiman
Dalam Islam, Al-Qur’an adalah pedoman utama penghakiman. Namun, karena Al-Qur’an umumnya berbicara tentang konsep-konsep umum, rincian khusus dijabarkan oleh Sunnah. Dalam kasus etika, detail praktik etika adalah apa yang dicontohkan oleh tindakan dan perilaku Nabi.

Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan tujuan misinya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana etika harus diterapkan, umat Islam perlu melihat lebih jauh pada teladan Nabi sendiri. Etika adalah topik yang sangat luas.

Etika lain yang tak kalah pentingnya ialah realistis. Bersikap realistis adalah salah satu ciri Islam. Prinsip-prinsip Islam memperhitungkan kemampuan orang untuk melaksanakan sesuatu. Dari sudut etika Islam memandang kapasitas yang dimiliki manusia, karena Allah memiliki ilmu tentang kelemahan dan kekuatan manusia.

Dalam Islam, keadilan adalah hal yang fundamental. Al-Qur’an (42:40) menyatakan: “Balasan untuk kejahatan ialah kejahatan yang sama dengannya”, namun umat Islam didorong untuk memaafkan orang yang berbuat salah kepada mereka dan bersabar, sebagaimana Allah berfirman:
“Tetapi jika seseorang memaafkan dan berdamai, pahalanya adalah dari Allah, karena (Allah) tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. 42:40).

Selain itu, Allah berfirman:
“Dan jika kamu membalas mereka, maka balaslah tidak lebih buruk daripada yang mereka timpakan kepadamu. Tetapi jika kamu menunjukkan kesabaran, sesungguhnya itulah (jalan) yang terbaik bagi orang-orang yang sabar.” (QS. 16:126).

Islam mengakui bahwa orang yang berbeda memiliki derajat iman yang berbeda. Al-Qur’an (35:32) mengatakan:
“Kemudian kami telah memberikan kitab warisan kepada hamba-hamba yang kami pilih, tetapi ada di antara mereka yang menganiaya jiwanya sendiri; sebagian yang mengikuti jalan tengah; dan sebagian lain, dengan izin Allah, terbaik dalam berbuat baik; itulah rahmat tertinggi.”

Selain itu, Islam mempertimbangkan dan memperhitungkan keadaan khusus yang memungkinkan umat Islam diperbolehkan melakukan tindakan yang pada awalnya dilarang dalam keadaan normal, seperti berbohong untuk menyesatkan musuh Muslim selama masa perang. Contoh lain adalah bahwa Islam juga mengizinkan seorang Muslim untuk minum alkohol jika dia tidak memiliki pilihan lain yang layak, seperti ketika terancam mati ketika berada di gurun dan tidak ada air yang tersedia.

Pendekatan Jalan Tengah
Islam mengambil pendekatan jalan tengah dalam etika yang bertentangan dengan ultra-idealis, yang melihat manusia sebagai malaikat dan ultra-realis yang memandang manusia sebagai binatang. Dalam pandangan Islam, manusia diciptakan dengan kebutuhan jiwa dan raga.

Selain itu, Islam memiliki pandangan moderat tentang kehidupan ini sebagai lawan dari mereka yang mengingkari keberadaan akhirat. Islam mengakui bahwa ada kehidupan yang harus dijalani di dunia ini dan juga kehidupan di akhirat, tetapi lebih jauh lagi dengan mengatakan bahwa hidup ini adalah jalan menuju kehidupan di akhirat; dan kehidupan di akhirat jauh lebih penting daripada kehidupan di dunia ini.

Namun demikian, umat Islam percaya bahwa menjalani hidupnya dengan bekerja keras adalah tujuan penciptaan manusia, dan ibadah kepada Tuhan (Allah). Al-Qur’an (2: 201-202) mengatakan: “Dan ada orang-orang yang mengatakan: “Ya Tuhan kami! Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka. Untuk ini akan diberikan apa yang telah mereka usahakan; dan Allah cepat perhitungannya.”

Artikel ini ditulis oleh Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag., Rektor UIN Salatiga di solopos.com