Choirunnisa Nuraini
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak sekali pulau. Bukan hanya itu saja, Indonesia juga memiliki banyak suku, budaya, bahasa dan agama. Maka dari itu, toleransi sangat diperlukan untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Revolusi damai melalui moderasi beragama adalah sebuah konsep yang menawarkan solusi kreatif dan inklusif untuk mencapai perdamaian di tengah keberagaman agama dan budaya. Konsep ini mengajak kita untuk menghindari ekstremisme dan menemukan jalan tengah yang menghormati perbedaan sambil memperkuat persatuan dan kesatuan.
Tentu, untuk meningkatkan tali persatuan dan kesatuan, seluruh warga negara Indonesia wajib menanamkan sikap saling menghargai satu sama lain (Tasamuh), tawassuth (mengambil jalan tengah), Tawāzun (berkeseimbangan), I’tidāl (lurus dan tegas) dan Musāwah (egaliter).
Moderasi Beragama sebagai Perekat Sosial
Moderasi beragama mengajarkan kita untuk menghargai keberagaman sebagai kekayaan yang tidak terpisahkan dari identitas bangsa. Dengan mengedepankan sikap toleransi dan saling pengertian, moderasi beragama menjadi perekat sosial yang kuat di tengah masyarakat yang pluralis.
Sejalan dengan hal ini, moderasi beragama juga dapat dipahami sebagai cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama dan kepercayaan yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai kesepakatan berbangsa (Perpres RI No. 58 Th. 2023).
Menggagas Perdamaian Melalui Pendidikan dan Dialog
Pendidikan dan dialog antaragama menjadi dua pilar penting dalam menggagas perdamaian. Pendidikan yang inklusif membantu generasi muda memahami dan menghargai keberagaman, sementara dialog antaragama membangun jembatan pengertian dan kerjasama antar umat beragama.
Adapun pondasi dalam moderasi beragama berujuk pada dalil naqli dalam QS. al-Baqarah: 143 yang berbunyi “Dan demikian (pula) Kami menjadikan kamu (umat Islam) ummatan wasathan (umat yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan manusia) dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…”.