Muhammad Sifaudin
Moderasi beragama atau yang dikenal sebagai Islam Wasathiyah menawarkan jalan keluar yang signifikan dalam menghadapi konflik yang kompleks dan berkepanjangan di Palestina. Islam Wasathiyah, dengan prinsip keseimbangan, keadilan, dan toleransi, dapat menjadi kunci untuk mengakhiri siklus kekerasan dan mempromosikan perdamaian yang berkelanjutan di wilayah yang sudah lama dilanda konflik ini. Dalam esai ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana penerapan Islam Wasathiyah dapat membawa pesan perdamaian kepada rakyat Palestina dan dunia.
Konsep Islam Wasathiyah
Islam Wasathiyah berasal dari kata “wasat” yang berarti tengah atau moderat. Konsep ini merujuk pada ajaran Islam yang menekankan keseimbangan, menghindari ekstremisme, dan mempromosikan keadilan serta toleransi. Al-Qur’an menyebut umat Islam sebagai “ummatan wasatan” (umat yang moderat):
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًاۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُۗ وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: “Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menetapkan kiblat (Baitulmaqdis) yang (dahulu) kamu berkiblat kepadanya, kecuali agar Kami mengetahui (dalam kenyataan) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sesungguhnya (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”
Surat Al-Baqarah ayat 143, yang menunjukkan bahwa keseimbangan dan moderasi adalah karakteristik yang diinginkan bagi umat Islam. Wasathiyah tidak hanya berlaku dalam praktik ibadah, tetapi juga dalam hubungan sosial dan politik. Ini berarti menjalankan ajaran agama dengan cara yang tidak berlebihan atau kurang, serta menunjukkan sikap terbuka terhadap perbedaan dan menghormati hak asasi manusia.