Main Peran: Cara Unik Menanamkan Nilai Moderasi Beragama

Nabila Habibatuzzahra

Isu polarisasi dan ekstremisme beragama telah menjadi tantangan global. Di Indonesia, yang dikenal dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika-nya, penanaman nilai moderasi beragama menjadi agenda krusial dalam sistem pendidikan. Moderasi beragama, yang menekankan pada keseimbangan, toleransi, dan anti-kekerasan, tidak cukup hanya diajarkan melalui ceramah dan teori. Diperlukan metode yang lebih imersif dan persuasif agar nilai tersebut terinternalisasi secara emosional dan kognitif. Salah satu cara paling efektif dan unik adalah melalui metode bermain peran (atau role-playing).

Mengapa Bermain Peran Efektif?

Bermain peran adalah metode pembelajaran yang memungkinkan individu, terutama peserta didik, untuk mempraktikkan perilaku dan empati dalam situasi simulasi. Keefektifannya dalam menanamkan nilai moderasi beragama terletak pada beberapa aspek kunci:

1. Pengembangan Empati (Empathy Building): Ketika seseorang memainkan peran yang berbeda dari identitas aslinya—misalnya, memainkan peran sebagai minoritas yang dirundung atau sebagai tokoh yang harus mengambil keputusan sulit berdasarkan nilai etika—mereka dipaksa untuk melihat dunia dari sudut pandang tersebut. Ini adalah kunci utama moderasi: kemampuan merasakan posisi orang lain.

2. Pembelajaran Kontekstual: Moderasi beragama adalah konsep yang kontekstual. Bermain peran menyediakan skenario nyata (seperti konflik jadwal ibadah, perbedaan pendapat saat musyawarah, atau menghadapi hoax agama) yang memungkinkan peserta didik mengaplikasikan prinsip moderasi, bukan hanya menghafalnya.

3. Pengurangan Prasangka (Prejudice Reduction): Dengan berperan sebagai pihak yang berbeda keyakinan atau budaya, batasan psikologis dan prasangka yang selama ini dipegang dapat terkikis. Pengalaman langsung dalam peran tersebut lebih kuat daripada nasihat verbal.