Agama: Inspirasi Kerukunan dan Kemajuan?

Hammam

Tulisan repost ini merupakan respons terhadap pidato Menteri Agama (Menag) yang baru Gus Yaqut Cholil Qoumas ketika serah terima jabatan dari Menag sebelumnya Bapak Fachrul Razi pada Rabu (23/12/2020). Dalam sambutan pertamanya, Gus Men menyampaikan tentang urgensi agama sebagai inspirasi bukan aspirasi. Pesan penting ini sekaligus sebagai refleksi akhir tahun 2020 dan Peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama 2021 yang diperingati pada 3 Januari setiap tahunnya.

HAB Kementerian Agama (Kemenag) 2021 mengambil tema Indonesia rukun, sebuah tema singkat tetapi mendalam maknanya. Kondisi rukun (harmony) menjadi kapital sosial yang berharga bagi masyarakat Indonesia untuk berkembang dan maju. Dengan kata lain, jika tidak ada kerukunan antar komponen masyarakat Indonesia, maka keduanya mustahil untuk diwujudkan. Gagasan tentang agama sebagai inspirasi kerukunan dan kemajuan tentu sangat membumi (down to earth) dan kekinian (up to date). Gus Men mengajak umat beragama agar mengembalikan agama sesuai fitrahnya, membimbing mereka menuju kehidupan yang lebih baik dan bermartabat seperti damai, berprestasi, rela berkorban bagi orang lain, sabar, gotong royong, toleran, bersahaja, dan masih banyak sifat baik lainnya.

Agama pada hakikatnya merupakan sumber inspirasi gerakan sosial bukan hanya rangkaian ritus yang nihil aksi tetapi agama juga merupakan salah satu sumber energi positif sebagai dampak atas ritus (ibadah) yang dilakukan oleh individu secara sempurna. Selain itu, agama mendorong para pemeluknya agar melakukan hubungan timbal balik yang harmonis antara hamba dengan sang pencipta sekaligus hamba dan sesama ciptaan-Nya. Mewujudkan keselamatan di dunia dan akhirat kelak merupakan spirit luhur dan nilai universal agama yang membimbing umat beragama menuju jalan terang kehidupan spiritualnya. Agar seseorang nampak beragama memang paling mudah dikenali dengan menampilkan simbul. Namun, jika beragama senantiasa mengarusutamakan melulu pada simbul dan ritus tentu akan semakin menjauhi tujuan hakikat beragama, ibarat panggang jauh dari apinya. Akibatnya agama terdistorsi berubah menjadi semata-mata aspirasi gerakan politik (untuk perebutan kekuasaan) dalam berbagai manifestasinya. Agama sebagai aspirasi juga mengindikasikan semangat membangun kolektifitas sosial yang ekslusif, memiliki agama menjadi orientasi utama sebagai identitas sosial yang berdampak pada pengabaian pentingya penghayatan dan pengalaman nilai suci agama dalam masyarakat.

Menurut Hajriyanto Y Tohari, Duta Besar Republik Indonesia untuk Lebanon (SM 24/105, 16-31 Desember 2020) menyatakan bahwa religion is not everything, but without religion everything is nothing. Pernyataan ini menunjukkan bahwa agama berperan sangat vital dalam segala sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Agama mengatur perilaku manusia mulai dari lahir sampai meninggal dunia dan membimbing pemeluknya agar produktif dalam memanfaatkan waktu sejak bangun tidur hingga tidur kembali. Sejarah membuktikan bahwa kedua ormas terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama telah menjadikan agama (Islam) sebagai inspirasi menjalin kerukunan dalam memajukan perikehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia melalui pengajian, pendidikan, kesehatan, sosial ekonomi, filantropi, kerelawanan, kemanusiaan universal dan perlawanan atas ketidakadilan.

Untuk mewujudkan agama sebagai inspirasi kerukunan dan kemajuan terutama yang dimotori oleh Kemenag, ada empat nilai utama (universal) agama yang perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari yaitu jujur, terpercaya, komunikatif, dan kepekaan sosial. Pertama, jujur merupakan fitrah manusia yang sangat personal. Sifat jujur idealnya dijadikan sebagai motif dasar bagi seseorang untuk berinteraksi sosial. Sifat jujur dibangun bermula ketika seseorang menjalankan ibadah. Dalam beribadah, seorang hamba akan tulus hati melaksanakan tahapan-tahapan ritual itu tanpa berani mengurangi atau menambahnya. Jujur juga mempertemukan agama dengan sains. Prinsip objektifitas menjadi pilar dalam sifat jujur. Sehingga menjadi wajar banyak pemeluk agama yang berlomba membangun perguruan tinggi untuk mengembangkan nilai-nilai rasionalitas dalam beragama. Kedua, sifat terpercaya merupakan akibat di perilaku jujur dalam perkataan dan perbuatan di tengah masyarakat. Perilaku jujur membuat orang lain percaya (trust) pada dirinya. Menjadi pribadi terpecaya sangatlah tidak mudah. Akumulasi dari sikap bertanggungjawab akan melahirkan kepercayaan. Ketiga, komunikatif merupakan sifat manusia untuk mengekspresikan fikiran dan perasaannya dalam merespon lingkungannya. Dengan sifat ini agama membimbing umatnya untuk membuka diri dengan lingkungannya. Berbagai macam ekspresi pemikiran akan melahirkan keindahan dan keragaman budaya. Sehingga agama mampu seiring sejalan dengan kebudayaan masyarakat dimana manusia tinggal. Terakhir, kepekaan sosial menjadi modal penting manusia untuk saling tolong menolong dan hidup rukun bergotong-royong. Tanpa memiliki kepekaan sosial, manusia hidup seperti robot. Selain itu, kepekaan sosial membimbing manusia menjadi berempati dan penuh kasih dengan sesamanya. Itulah kira-kira mengapa agama menjadi inspirasi kerukunan dan kemajuan. Empat pilar utama yang menjadikan agama sumber keutamaan hidup itu perlu dirawat sepanjang masa. Namun, sebaliknya jika para pemeluk agama lebih menyukai agama sebagai komoditas, maka wajah teduh agama berubah total menjadi sumber kegaduhan dan malapetaka. Pada akhirnya, bukan tidak mungkin kehadiran agama akan dipertanyakan kembali perannya benarkah agama sebagai sumber kerukunan dan kemajuan.

Sumber: https://radarsemarang.jawapos.com/opini/721375643/agama-inspirasi-kerukunan-dan-kemajuan