Tamu mancanegara banyak memberi sanjungan pada AICIS 2024. Salah satu contoh yaitu Delegasi Thailand yang diwakili oleh Dr. Anilman Dhammasakity mengungkapkan bahwa ketika membahas perihal toleransi, maka Indonesia ialah contoh yang baik. Beliau mengatakan “Walaupun ini adalah forum studi islam, namun AICIS tetap mengundang pemuka agama lain untuk boleh berbicara di dalamnya.” Jadi artinya negara kita ini sudah menerima dan membiarkan agama lain berkembang sesuai hak mereka. Indonesia pun memberi ruang bagi semua agama untuk hidup dan berinteraksi bersama. Jika mancanegara saja takjub dengan diadakannya AICIS, apalagi pribuminya, rektor UIN Imam Bonjol Padang Prof. Dr. Hj. Martin Kustanti M.Pd menyatakan “Selamat dan sukses atas terselenggaranya AICIS 2024, semoga kegiatan ini mampu meningkatkan peran agama dalam misi perdamaian dunia serta menjadi inovasi bagi kerukunan umat beragama”.
Harmoni Wasathiyah
Penggalan QS. Al-Baqoroh (2): 143
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan”
Perspektif Tafsir Al Munir menerangkan bahwa Sebaik-baik umat islam adalah mereka yang bersikap wasath (moderat, seimbang) dalam semua hal, tidak kelewat batas dan tidak pula teledor, dalam urusan agama dan dunia, mereka tidak punya sikap berlebih-lebihan dalam agama, tapi juga tidak lalai dalam menunaikan kewajiban-kewajiban mereka. Kita garis bawahi penafsiran tersebut, beliau menjelaskan kriteria umat islam yang bagaimana sehingga seseorang tersebut bisa disebut manusia yang moderat. Tidak kelewat batas atau tidak ekstrim, artinya dalam menghadapi keberagaman dapat bersikap bijaksana. Hidup di tengah-tengah kemajemukan Indonesia seharusnya menjadikan manusia paham akan pentingnya merawat sebuah persatuan. Nusantara ini telah mengakui dan memberi ruang pada setiap agama yang tumbuh di wilayahnya. Apakah kita sebagai penduduknya akan mengingkari pengakuan tersebut? Padahal negara kita sudah menerapkan prinsip moderasi beragama jauh sebelum istilah ini dikenal oleh dunia.
Dari sekian panjang paragraf-paragraf di atas, penulis bermaksud untuk mengajak para pembaca agar giat membangun kerjasama antar umat beragama atas nama kemanusiaan demi membangun perdamaian dunia. Pembangunan dilakukan mulai dari lingkup kecil yang bisa dijangkau, seperti keluarga, saudara, dan teman sekitar. Ketika sudah terlatih mengembangkan sikap moderasi beragama pada lingkungan kecil, maka ketika tiba-tiba menemui kasus yang mengesampingkan pentingnya moderasi beragama kita akan dapat bersikap sebagaimana mestinya.
