Implementasi Nilai Muwathanah dalam Pembelajaran Anak Usia Dini

Aulia Qurotaayun

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan fondasi utama dalam membentuk karakter dan kepribadian generasi penerus bangsa. Di tengah derasnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi, menanamkan nilai-nilai kebangsaan menjadi krusial. Nilai tersebut dirangkum dalam konsep Muwathanah, sebuah istilah yang mencakup kewarganegaraan dan nasionalisme yang berakar pada kesadaran hak, kewajiban, dan tanggung jawab sosial sebagai bagian dari sebuah negara. Implementasi Muwathanah pada fase kritis perkembangan anak memastikan bahwa mereka tidak hanya tumbuh cerdas secara kognitif, tetapi juga memiliki identitas diri yang kuat sebagai warga negara Indonesia yang bangga dan bertanggung jawab.

Memahami Muwathanah pada Konteks AUD

Muwathanah sering diartikan secara sempit sebagai cinta tanah air atau patriotisme. Namun, dalam konteks pendidikan karakter, Muwathanah melampaui sekadar menghafal lambang negara. Ia mencakup tiga pilar utama yang relevan bagi anak usia dini (AUD): (1) Rasa Bangga dan Memiliki, (2) Toleransi dan Gotong Royong, dan (3) Kesadaran Lingkungan. Karena AUD berada dalam tahap berpikir konkret (pra-operasional), konsep abstrak ini harus diterjemahkan menjadi tindakan dan pengalaman yang nyata, visual, dan menyenangkan melalui bermain. Hal itu dapat dilakukan antara lain melalui aktivitas yang berhubungan dengan bahasa atau simbol negara, seni dan budaya, gotong royong, dan kesadaran terhadap lingkungan.

1. Implementasi melalui Bahasa dan Simbol Nasional

Pengenalan nilai Muwathanah dapat dimulai dari rutinitas harian yang melibatkan simbol-simbol negara. Upacara Bendera sederhana setiap minggu, meskipun singkat, mengajarkan anak tentang ketertiban, penghormatan, dan kesatuan. Guru harus menjelaskan makna bendera (merah: berani, putih: suci) dan Garuda Pancasila sebagai lambang yang menyatukan. Selain itu, Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan harus dibiasakan dalam komunikasi sehari-hari di sekolah, diselingi dengan pengenalan lagu-lagu daerah dan cerita rakyat. Lagu anak-anak bertema nasionalisme, seperti “Dari Sabang Sampai Merauke” atau “Naik Becak” (sebagai representasi moda transportasi lokal), membantu anak merasakan koneksi emosional dengan kekayaan geografi dan budaya Indonesia.

2. Implementasi melalui Budaya dan Seni

Budaya adalah jendela utama menuju nasionalisme. Pembelajaran Muwathanah dapat dilakukan dengan melibatkan seni, tari, dan permainan tradisional. Misalnya, memperkenalkan permainan tradisional seperti engklek, congklak, atau gobak sodor mengajarkan anak tentang kerja sama dan warisan budaya yang harus dilestarikan. Kegiatan seni rupa, seperti mewarnai motif batik sederhana, membuat kolase menggunakan rempah-rempah asli Indonesia, atau membuat miniatur rumah adat, tidak hanya melatih motorik halus tetapi juga menumbuhkan rasa bangga terhadap kekayaan artistik bangsa. Penggunaan boneka tangan atau drama pendek yang mengangkat kisah pahlawan lokal atau cerita legenda daerah juga sangat efektif untuk menanamkan nilai-nilai moral dan semangat kejuangan.