3. Implementasi melalui Sikap Toleransi dan Gotong Royong
Aspek terpenting dari Muwathanah adalah menjadi warga negara yang baik, yang berarti mampu hidup berdampingan dalam keberagaman. Di sekolah, implementasi ini diwujudkan melalui gotong royong dan toleransi. Guru harus menciptakan lingkungan inklusif di mana perbedaan (suku, agama, warna kulit) dirayakan. Kegiatan seperti proyek bersama membersihkan taman sekolah, merapikan mainan bersama-sama, atau berbagi bekal makanan, mengajarkan anak arti kontribusi dan tanggung jawab sosial yang merupakan esensi dari gotong royong. Guru dapat menggunakan cerita bergambar tentang keragaman budaya untuk mengajarkan bahwa Indonesia itu unik dan berbeda-beda tetapi tetap satu (Bhineka Tunggal Ika).
4. Implementasi melalui Kesadaran Lingkungan (Mencintai Alam Indonesia)
Cinta tanah air juga berarti cinta terhadap lingkungan alamnya. Pengenalan Muwathanah harus mencakup pendidikan lingkungan yang konkret. Anak-anak diajak menanam pohon atau bunga di area sekolah, menyiram tanaman, atau memilah sampah sederhana. Kegiatan ini mengajarkan mereka bahwa merawat lingkungan adalah tanggung jawab setiap warga negara untuk menjaga aset nasional (tanah, air, udara) agar tetap lestari. Konsep ini menghubungkan rasa bangga terhadap keindahan alam Indonesia (gunung, laut, hutan) dengan tindakan nyata untuk melindunginya.
Peran Kunci Pendidik dan Orang Tua
Keberhasilan implementasi Muwathanah sangat bergantung pada model perilaku yang diberikan oleh guru dan orang tua. Guru harus menjadi teladan yang menunjukkan rasa bangga kebangsaan, disiplin, dan sikap toleransi dalam interaksi sehari-hari. Sementara itu, keterlibatan orang tua memastikan adanya kesinambungan antara pengalaman di sekolah dan di rumah. Orang tua didorong untuk mengenalkan kuliner tradisional, mengunjungi museum atau tempat bersejarah lokal, dan menceritakan silsilah keluarga dalam konteks keberagaman Indonesia. Sinergi ini menciptakan ekosistem pendidikan yang kokoh dan berkelanjutan.