Implementasi Sikap Toleransi di Lingkungan Kampus

Tugas kita sebagai umat Islam hanya menyampaikan agama Allah, diterima atau tidaknya itu adalah kehendak-Nya. Sebab kita tidak mempunyai hak memaksa orang lain untuk meyakini apa yang kita yakini. Toleransi beragama ini sejalan dengan nilai-nilai wasathiyah Islam Universitas Islam Negeri Salatiga. Di lingkungan kampus UIN Salatiga menerapkan moral-moral moderasi beragama yang ditanamkan dalam diri para mahasiswanya. Moral-moral tersebut dikenalkan terlebih dahulu dalam mata kuliah Wasathiyah Islam, setiap mahasiswa mempelajari dan memahami bagaimana konsep moderasi beragama yang sesungguhnya. Sehingga terwjudlah sikap toleransi di lingkungan kampus.

            Salah satu wujud toleransi yang ada di linkungan kampus yaitu pihak kampus memberikan hak kebebasan kepada calon mahasiswanya yang non-Muslim untuk bisa mengikuti perkuliahan di UIN Salatiga. Ditambah dengan mahasiswanya yang welcome dan memperlakukan dengan baik orang lain yang berbeda keyakinan dengan mereka. Kementrian Agama Republik Indonesia juga menyatakan, bahwa ketika sebuah PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri) berani menerima mahsiswa non-Muslim kuliah di kampusnya, maka harus memiliki mindset terbuka untuk berlaku adil untuk mereka. Pernyataan ini dikutip dari Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kemenag, Ahmad Zainul Hamdi. Beliau meminta agar PTKIN yang sudah menerima mahasiswa non-Muslim untuk memperlakukannya secara proporsional, termasuk soal berpakaian.

            Sikap toleransi beragama di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga saya rasa sudah terimplementasi dengan cukup baik. Terbukti dengan adanya seorang mahasiswi non-Muslim yang berkuliah di kampus ini dan mengaku merasa beruntung bisa berkuliah disini. Fiona, salah satunya. Mengutip dari laman NUOnline, diketahui Fiona ini memilih program Teknologi Informasi Dan Bisnis Digital yang merupakan jurusan baru di UIN Salatiga. Ia menyatakan bahwa perlakuan antarmahasiswa, dosen, atau pengajar sangat adil. Terlebih ia merupakan mahasiswa penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar-Kuliah, dimana persyaratannya mewajibkan para penerimanya untuk mondok atau asrama. Fiona memilih tinggal di asrama yang kebetulan sangat menjunjung tinggi toleransi, tidak menuntutnya belajar Al-Qur’an atau menekannya agar mengenakan kerudung.