“Islam dilahirkan ke dunia dengan karakter yang Wasath/Moderat, tidak ekstrim kanan maupun ekstrim kiri,” tuturnya saat menjelaskan moderasi beragama di dalam kelas. Saya langsung teringat bagaimana orang yang ekstrem kanan dalam memandang dan bertindak terhadap penganut agama lain, teringat juga bagaimana orang yang ekstrim kiri menggampang-gampangkan islam secara ideologis dan ranah implementatifnya.
Barangkali saya memang tidak setuju apabila orang menjalankan Islam dengan ekstrem—kanan ataupun kiri—kadangkala bingung dan menjadi ragu pada islam apabila argumentasi merekalah (sebagai contoh; orang-orang radikal) yang benar. Akan tetapi, pesan-pesan baginda Nabi (yang terangkum dalam hadis-hadis dan literature islam), beberapa ayat Al-Qur’an, termasuk pesan kecil yang disapamikan Pak Maimun dalam kelas itu pun menjadi legitimasi untuk saya yang percaya bahwa islam memanglah agama yang indah tak hanya katanya saja. Yang sulit, tapi tidak menyulitkan, yang gampang tapi tidak juga dapat digampang-gampangkan.
Saya pikir, gagasan Wasathiyah yang dipadankan dengan kata Moderasi atau tengah-tengah antara dua kutub ekstrem ini adalah salah satu gagasan keindahan yang menumbuhkan hal-hal baik. Keindahan mutlak yang terpatri dalam nilai islam sebagai rahmat untuk seluruh alam. Rahmatan Lil Alamin.
Dengan begitu, apabila islam dihadirkan tanpa penerimaan atau dengan pendekatan yang terbuka, maka konsepsi tersebut juga menjadi kontradiktif, dan dengan sendirinya islam akan sulit diterima oleh kalangan tertentu, apalagi kelompok-kelompok yang belum mendengar atau mengenal islam sama sekali.
Berdasarkan beberapa literatur yang ada, saya menemukan 7 pilar yang menegakkan prinsip Wasathiyah/Moderasi Islam, antara lain ada; Tawasuth (Pertengahan dan berimbang), I’tidal (Adil), Tasamuh (Toleran), Syura (Bersmusyawarah), Ishlah (Kebajikan), Qudwah (Menjadi teladan), dan Muwathanah (Prinsip kewarganegaraan).
Dari 7 pilar tersebut dapat dilihat tidak ada satupun yang membawa umat-Nya pada dorongan-dorongan kekerasan dan intimidatif terhadap orang-orang yang—katakanlah—berbeda keyakinan dengan mereka. Dan Justru mendorong untuk berlaku adil, toleran, mengambil keputusan dari musyawarah, dan melahirkan nilai-nilai kebajikan.
Moderasi Islam ini berarti sikap dan perilaku pertengahan dalam menjalankan agama. Dengan kata lain, sudah seharusnya islam dijalankan dengan tidak terlalu kaku, ketat, keras, tetapi juga tidak terlalu longgar dan permisif. Contohnya dalam akhlaq, Syaja’ah adalah moderasi antara Tahawwur (Membabi buta) dan Jubn (Pengecut). Iffah, tengah-tengah antara Syarh (Serakah) dan Jumud (Stagnan). Hikmah, tengah-tengah antara Makar (Tipu daya) dan Ghamarah (Bodoh).
