Moderasi Beragama sebagai Penghalang Radikalisme pada Lingkungan Sekolah Era Digital

Dalam lingkup keagamaan, radikalisme diartikan sebagai gerakan-gerakan keagamaan yang berusaha merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan menggunakan jalan kekerasan (Rubaidi, 2007:33). Kasubdit Bina Masyarakat Direktorat Deradikalisasi BNPT RI Kolonel Pas Sujatmiko menuturkan perkembangan teknologi informasi membuat tren penyebaran paham radikal berubah dari luar jaringan menjadi dalam jaringan sehingga internet dan media sosial menjadi alat yang kuat untuk menyebarkan propaganda kepada generasi muda. “Generasi muda sebagai pengakses informasi terbanyak secara online menjadi rentan terpapar terorisme,” katanya. Berdasarkan hasil survei BNPT pada 2020, kata dia, disimpulkan bahwa faktor yang paling efektif mereduksi potensi radikalisme adalah diseminasi sosial media, internalisasi kearifan lokal, serta perilaku kontra-radikal.

Lalu bagaimana solusinya? Internet memungkinkan akses informasi yang luas dan tanpa batas, termasuk konten-konten yang mendukung ideologi radikal. situs web, forum, dan media sosial seringkali menjadi platform bagi kelompok radikal untuk menyebarkan propaganda mereka. Algoritma media sosial dirancang untuk meningkatkan keterlibatan pengguna dengan menyajikan konten yang sesuai dengan minat mereka. Hal ini dapat memperkuat pandangan ekstrem karena pengguna cenderung terpapar pada konten yang mendukung sudut pandang mereka sendiri. Beberapa individu yang merasa terisolasi atau mengalami krisis identitas mungkin mencari komunitas atau kelompok yang memberikan rasa memiliki. Kelompok radikal seringkali menawarkan solusi sederhana dan jelas terhadap masalah yang kompleks, menarik individu yang rentan. Disinformasi dan berita palsu yang tersebar di internet juga dapat memperkuat narasi radikal dengan mengaburkan fakta dan menyebarkan teori konspirasi yang mendukung ideologi ekstrem.