Moderasi Islam: Doktrin dan Falsafah (Bagian I)

Sebagaimana agama-agama yang ada dan tumbuh di dunia, Islam memiliki sistem doktrin atau ajaran dan falsafah. Doktrin atau ajaran adalah sekumpulan kepercayaan mengenai hakikat ketuhanan atau realitas ultim dan hubungan antara manusia dengan realitas ultim tersebut. Sekaligus di balik ajaran itu terkandung makna atau falsafah sebagai sisi dalam dari ajaran. Formulasi ajaran dan falsafah keagamaan ini dilakukan secara intelektual oleh para pemuka agama dan ahli agama.

Kaum muslim yakin bahwa Islam adalah agama yang lengkap dan mencakup berbagai aspek kehidupan. Mereka menyebutnya dengan istilah Islam kaffah. Sebutan kaffah dapat ditemukan dalam Al-Qur’an, seperti halnya Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia.

Perintah agar orang beriman masuk ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah) berarti mereka harus melaksanakan seluruh ajaran Islam lengkap dengan semua ketentuan dan ketetapannya dengan penuh pasrah, menyerahkan diri, tunduk dan ikhlas kepada Allah SWT.

Sesuai dengan namanya, pesan Islam paling utama ialah menyerukan kedamaian (silm). Ajaran utama ini dan seluruh turunan serta cabang-cabangnya bila dipraktikkan secara menyeluruh oleh orang-orang yang meyakininya, maka ia akan berdampak pada lahirnya keamanan, ketenangan, kenyamanan, dan kedamaian dalam hidup. Islam mengandung  ajaran-ajaran yang holistik, komprehensif, dan paripurna.

Sumber utama dari ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Yang pertama merupakan wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril. Yang kedua merupakan sabda, perbuatan dan keputusan Nabi Muhammad SAW yang merupakan penjelas bagi Al-Qur’an.

Dua sumber utama ini merupakan wasiat terbesar dari kenabian Muhammad SAW untuk umatnya. Barangsiapa di antara umatnya memegangi dengan teguh dan istikamah atas keduanya, maka yang bersangkutan akan dijamin tidak tersesat selama kehidupan duniawi ini sehingga akan dijamin masuk surga.

Dua sumber ini merupakan sumber utama. Keduanya dapat dipahami melalui akal manusia sehingga akal merupakan sarana yang sangat penting untuk berijtihad. Baik ijtihad yang disandarkan kepada keduanya ataupun ijtihad yang lepas dari kedua sumber itu. Ijtihad baik yang bersandar pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah maupun yang lepas dari keduanya, dapat dilakukan secara sendiri-sendiri (ijtihad fardi) maupun dilakukan secara kolektif (ijtihad jama’i).

Dari tiga sumber di atas kita akan mengetahui secara lebih mendalam kerangka dasar dan ruang lingkup ajaran Islam. Secara garis besar ajaran Islam itu terdiri dari tiga ranah: akidah, syariah, dan akhlak. Ada juga yang membaginya menjadi: iman, Islam dan ihsan. Dua pembagian ini sebenarnya secara esensi serupa. Jadi, bila kita gabungkan menjadi: akidah/iman, syariah/Islam, dan akhlak/ihsan.

Akidah biasa juga disebut sebagai al-Fiqh al-Akbar (fikih besar) di mana istilah ini kali pertama diperkenalkan oleh Imam Abu Hanifah dalam karyanya al-Fiqh al-Akbar; atau disebut al-iman oleh Ibnu Mandah (395 H) dan Ibnu Taimiyah (728 H);  atau al-tawhid oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (1206 H) dan Imam al-Maqrizi (845 H) serta Ibnu Khuzaimah (311 H), atau ushuluddin oleh Ibnu Bathoh (387 H) dan Abu Hasan Al Asy’ari (324 H).

Apa yang terkandung dalam ranah akidah adalah rukun iman yang enam: iman kepada Allah, iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada para rasul-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadha dan qadar.

4 Aspek Akidah
Sebagian ulama membagi ranah akidah ke dalam empat aspek: ilahiyat yang mencakup wujud, sifat, dan perbuatan Allah; nubuwat yang meliputi pembahasan nabi dan rasul, kitab-kitab-Nya, mukjizat, karamah dan seterusnya; ruhaniyat yang terdiri dari pembahasan mengenai alam metafisik, jin, malaikat, setan, ruh, dan sebagainya; dan sam’iyat yang mencakup segala pengetahuan yang diperoleh melalui wahyu yaitu alam barzah, akhirat, azab kubur, neraka, surga, kiamat, dan lain-lain.

Ranah kedua adalah syariah atau Islam. Di dalamnya terkandung ibadah dalam arti khusus (ibadah mahdhah) dan ibadah dalam arti luas atau umum (ibadah ghair mahdhah atau muamalah). Ibadah mahdhah adalah ibadah atau ritual yang sudah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya terkait dengan tata cara dan tata tertibnya, yakni mencakup bersuci/thaharah, salat, puasa/shiyam, zakat, dan haji.

Dalam ibadah luas atau muamalah tercakup bidang-bidang hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pendidikan. Dalam fikih muamalah terdapat dua wilayah hukum publik dan dan hukum privat. Yang pertama meliputi hukum internasional umum, hukum pidana, hukum konstitusi, hukum keruangan negara, dan hukum administrasi. Sedangkan yang kedua terdiri dari hukum internasional khusus, hukum perdata, hukum dagang, dan hukum acara.

Di dalam muamalah juga tercakup munakahah atau perkawinan. Tentu saja ajaran Islam di bidang muamalah sangat luas karena dapat mencakup semua ruang lingkup interaksi manusia dalam kehidupan ini.

Ranah ketiga ialah akhlak atau ihsan yang di dalamnya tercakup akhlak khusus makhluk terhadap Khaliq dan akhlak terhadap sesama makhluk manusia dan non-manusia/alam. Ihsan kepada Allah ialah beribadah kepada-Nya seolah-olah kalian melihat-Nya, jika kalian tidak melihat-Nya, maka (yakinlah) Dia Allah melihat kalian.

Ihsan dan Kualitas Ibadah
Ihsan mencerminkan kualitas ibadah dengan tidak menghilangkan aspek kuantitasnya. Tidak kurang dari 50 ayat Al-Qur’an bicara tentang ihsan, dan kebanyakan dalam bentuk kata perintah. Ini menunjukkan betapa pentingnya ihsan dalam hal niat, ucapan dan perilaku manusia baik dalam hal ibadah mahdhah maupun ibadah dalam arti luas.

Jadi, ihsan merupakan capaian tertinggi dalam beribadah, bermuamalah, dan berakhlak. Di mata Allah tiada yang lebih terhormat dan termulia kecuali orang-orang yang berhasil meraih tingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya.

Manusia terbaik adalah yang paling mulia akhlaknya, baik terhadap diri sendiri maupun sesama. Untuk dapat melihat kemuliaan akhlak kita sendiri maka kita dapat bercermin pada kualitas ibadah kita.

Ibadah berkualitas bukan semata melaksanakan perintah dan menjauhkan larangan serta menggugurkan kewajiban, namun lebih dari itu ialah menghayati semangatnya dan mengimplementasikannya. Shalat sebagai ibadah utama akan dapat berfungsi untuk mencegah tindakan keji dan mungkar bila kita mampu menjalankannya dengan khusyu, sesuai tuntunan, dan menghayati spirit dari setiap ucapan dan gerakan yang baik dan benar.

Ihsan dalam diri diri seseorang adalah hasil dari perjuangannya dalam mengoptimalkan ibadah mahdhahnya, sehingga ia pasti akan menemukan ihsan dalam kehidupan muamalahnya. Ihsan dalam muamalah merentang dari ihsan terhadap kedua orang tua, karib kerabat dengan menyambung silaturahim, anak yatim dan fakir miskin, tetangga dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya.

Islam juga sangat menekankan pentingnya berbuat ihsan kepada hewan dengan memberi makan ketika lapar dan mengobatinya ketika sakit. Ihsan kepada hewan bisa diganjar dengan ampunan Allah dan mendapatkan surga-Nya. Bahkan berbuat ihsan juga dilakukan terhadap alam semesta dengan cara menjaga dan menjalin relasi harmonis dengannya, tidak merusaknya dan sekaligus memakmurkannya. (Bersambung)

Artikel ini ditulis oleh Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag., Rektor UIN Salatiga di solopos.com