Moderasi Islam: Multidisipliner, Interdisipliner, Transdisipliner (Bagian 1)

Seiring laju perkembangan zaman, persoalan hidup semakin kompleks dan rumit. Satu masalah melibatkan multiaspek dan multilayer. Hubungan sebab akibatnya pun bisa multifaktor, demikian juga implikasi dan dampaknya. Oleh karena realitas semacam itulah jawaban atas setiap persoalan dan pemecahan masalahnya menjadi kompleks juga.

Pendekatan monodisiplin dan monoperspektif keilmuan sudah tidak lagi memadai, kalau tidak dapat dikatakan gagal. Hubungan antarcabang ilmu yang atomistis dan tidak saling sapa sudah bukan zamannya lagi. Steven Jobb pernah menyatakan bahwa i-phone yang canggih bukan semata hasil rekayasa teknologi, namun juga membutuhkan sentuhan humaniora. Yang satu berada di dalam disiplin ilmu keras, sains, sedangkan yang lain merupakan bagian dari disiplin ilmu kemanusiaan dan kebudayaan.

Kini dunia semakin membuka diri atas diskusi interdisipliner, multidisipliner dan transdisliner. Agar tidak keliru memahami tiga hal di atas, maka di sinilah tempatnya kita untuk memberikan klarifikasi. Pendekatan interdisipliner (interdisciplinary) adalah interaksi intensif antarsatu atau lebih disiplin, baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak, melalui program-program penelitian, dengan tujuan melakukan integrasi konsep, metode, dan analisis. Pendekatan multidisipliner (multidisciplinary) adalah penggabungan beberapa disiplin untuk bersama-sama mengatasi masalah tertentu.

Pendekatan transdisipliner (transdisciplinarity) adalah upaya mengembangkan sebuah teori atau aksioma baru dengan membangun kaitan atau sintesis dan keterhubungan antarberbagai disiplin.

Secara lebih spesifik, pendekatan interdisipliner ialah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan secara terpadu. Yang dimaksud dengan ilmu serumpun ialah ilmu-ilmu yang berada dalam rumpun ilmu tertentu, yaitu rumpun Ilmu-Ilmu Kealaman, rumpun Ilmu-Ilmu Sosial, atau rumpun Ilmu-Ilmu Budaya, rumpun ilmu keislaman (Islamic studies) sebagai alternatif.

Ilmu yang relevan maksudnya ilmu-ilmu yang cocok digunakan dalam pemecahan suatu masalah. Adapun istilah terpadu, yang dimaksud yaitu ilmu-ilmu yang digunakan dalam pemecahan suatu masalah melalui pendekatan yang terjalin satu sama lain dan secara tersirat (implicit) merupakan suatu kebulatan atau kesatuan pembahasan atau uraian termasuk dalam setiap sub-sub uraiannya kalau pembahasan atau uraian itu terdiri atas sub-sub uraian. Ciri pokok atau kata kunci dari pendekatan interdisipliner ini adalah inter (terpadu antarilmu dalam rumpun ilmu yang sama).

Pendekatan multidisipliner ialah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang banyak ilmu yang relevan. Ilmu ilmu yang relevan digunakan bisa dalam rumpun Ilmu-Ilmu Kealaman, rumpun Ilmu-Ilmu Sosial, atau rumpun Ilmu-Ilmu Humaniora dan ilmu keislaman secara alternatif. Penggunaan ilmu-ilmu dalam pemecahan suatu masalah melalui pendekatan ini dengan tegas tersurat dikemukakan dalam suatu pembahasan atau uraian termasuk dalam setiap uraian sub-subnya bila pembahasan atau uraian itu terdiri atas sub-sub uraian, disertai kontribusinya masing masing secara tegas bagi pencarian jalan keluar dari masalah yang dihadapi.

Ciri pokok atau kata kunci dari pendekatan multidisipliner ini adalah multi (banyak ilmu dalam rumpun ilmu yang sama).
Pendekatan transdisipliner ialah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan ilmu yang relatif dikuasai dan relevan dengan masalah yang akan dipecahkan tetapi berada di luar keahlian sebagai hasil pendidikan formal dari orang yang memecahkan masalah tersebut.

Relevan

Ilmu yang berada di luar keahlian yang akan digunakan oleh seseorang itu bisa satu atau lebih ilmu. Namun, biasanya untuk keperluan kedalaman pembahasan orang itu hanya menggunakan satu ilmu saja di luar keahliannya itu. Ilmu yang relevan digunakan bisa dalam rumpun Ilmu-Ilmu Kealaman, rumpun Ilmu-Ilmu sosial, atau rumpun Ilmu-Ilmu Humaniora sebagai alternatif.

Penggunaan ilmu atau ilmu-ilmu dalam pemecahan suatu masalah melalui pendekatan ini bisa secara tersirat atau tersurat, tetapi akan lebih baik dan biasanya memang tersurat. Hal itu dilakukan untuk menunjukkan pertanggungjawaban keilmuan orang tersebut.

Pendekatan ini dahulu kurang diterima karena dianggap melanggar etika keilmuan oleh para ahli ilmu terutama oleh mereka yang ilmunya digunakan oleh orang yang bukan ahlinya itu.

Akan tetapi, dewasa ini hal itu dimungkinkan karena pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) lagi pula kompleksnya permasalahan yang pada umumnya sulit dipecahkan oleh hanya dengan pendekatan monodisipliner saja. Bahkan pada saat yang sama diterima baik oleh kalangan ilmuan termasuk oleh ilmuan ahlinya asalkan dalam pemecahan suatu masalah itu menunjukkan kualitas dan kebenaran yang memadai. Dengan demikian, seseorang yang menggunakan pendekatan transdisipliner harus pula dipenuhi syarat sebagai berikut:

a) menggunakan ilmu di luar ilmu keahlian utamanya, biasanya dalam memecahkan suatu masalah menggunakan satu ilmu di luar ilmu keahliannya itu;

b) ilmu yang digunakan berada dalam rumpun ilmu yang sama dengan ilmu keahlian utamanya;

c) memahami dengan baik ilmu yang digunakan di luar keahlian ilmu utamanya itu;

d) menunjukkan hasil dengan kualitas dan kebenaran yang memadai.

Ciri pokok pendekatan transdisipliner adalah trans (lintas ilmu dalam rumpun ilmu yang sama) atau melintasnya.
Sekarang, bagaimana kecenderungan ini berkembang dalam kajian keislaman? Perkembangan Studi tentang Islam di dunia akademik dan di banyak universitas dunia menunjukkan kecenderungan ke arah integrasi interdisipliner yang lebih besar.

Memang ini yang mestinya dilakukan oleh mereka dalam rangka merangkum dan secara akurat menggambarkan segudang kompleksitas dalam Studi Islam kontemporer. Saat ini, studi Islam di Barat sebagian besar tercakup dalam rubrik studi agama-agama (religious studies) atau sejarah agama-agama (the history of religions), dengan menggunakan metodologi yang mirip dengan studi tentang Kristen dan studi tentang agama-agama lainnya.

Namun, ini hanyalah satu pendekatan, meskipun merupakan pendekatan utama untuk menyelidiki fenomena Islam. Studi hukum Islam kini telah dimasukkan ke dalam sekolah hukum di universitas-universitas besar Amerika seperti Harvard, Yale, dan Emory. Seni Islam diajarkan dalam program seni Universitas Chicago, dan studi arsitektur juga dimasukkan ke dalam Program Aga Khan di Massachusetts Institute of Technology.

Program akademik lainnya telah menghasilkan spesialis dalam beberapa aspek Islam, meliputi perspektif sosiologi, antropologi, sejarah, politik, dan hubungan internasional.

Artikel ini ditulis oleh Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag., Rektor UIN Salatiga di solopos.com