Peran Kampanye Media Sosial dalam Mempromosikan Toleransi Beragama

Bayu Nugroho

Pendahuluan

Dalam konteks moderasi beragama, terdapat beberapa prinsip utama yang harus dipegang teguh, yaitu tawassuth (sikap tengah), tawāzun (keseimbangan), i’tidāl (keadilan), dan tasāmuh (toleransi). Prinsip tawassuth mengajarkan kita untuk mengambil jalan tengah, tidak ekstrem ke kanan atau ke kiri. Prinsip tawāzun mengingatkan kita untuk selalu seimbang dalam segala aspek kehidupan, baik dalam berpikir maupun bertindak. I’tidāl mendorong kita untuk bersikap adil dan tidak memihak, sementara tasāmuh menekankan pentingnya toleransi dan menghargai perbedaan. Prinsip-prinsip ini dapat menjadi landasan dalam toleransi beragama, dengan menekankan bahwa setiap agama memiliki nilai-nilai luhur yang mendukung perdamaian dan kebersamaan (Islam, 2020).

Pada Dewasa ini kemajemukan agama dan keyakinan adalah fitur menonjol dalam masyarakat global saat ini. Data dari Pew Research Center menunjukkan bahwa populasi penganut agama di dunia terus meningkat dengan lebih dari 80% populasi dunia mengidentifikasi diri mereka dengan agama tertentu. Namun, bersamaan dengan keberagaman agama juga muncul tantangan dalam bentuk konflik, diskriminasi, dan ketidakpahaman antaragama. Data yang dikumpulkan oleh Amnesty International menunjukkan bahwa pada tahun 2023 masih terjadi peningkatan kasus intoleransi agama di berbagai belahan dunia. Dari penindasan minoritas agama hingga penolakan terhadap hak-hak dasar seperti kebebasan beribadah, tantangan-tantangan ini menunjukkan perlunya upaya serius untuk mempromosikan moderasi beragama.

Di era digital, media sosial menjadi sarana utama untuk menyebarkan informasi dan memengaruhi opini publik. Akan tetapi seringkali media sosial juga menjadi tempat di mana intoleransi dan radikalisasi agama berkembang pesat. Menurut laporan dari Institute for Strategic Dialogue, konten-konten radikal agama dapat dengan mudah menyebar di platform-platform media sosial, memperkeruh suasana dan memperkuat pemisahan antaragama. Toleransi beragama yang rendah dapat memicu konflik antaragama yang berpotensi merusak stabilitas sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Konflik semacam ini sering kali berdampak luas dan memakan korban jiwa. Di beberapa negara, terjadi penindasan terhadap minoritas agama atau keyakinan yang mengancam hak asasi manusia dasar seperti kebebasan beribadah dan ekspresi. Intoleransi beragama juga dapat memperkuat pembentukan kelompok-kelompok sosial yang terisolasi yang pada gilirannya dapat memperbesar kesenjangan sosial dan menyulitkan integrasi antaragama. Konflik antaragama juga dapat merugikan pertumbuhan ekonomi dan investasi karena menciptakan ketidakpastian dan mengganggu perdagangan serta kerja sama lintas-batas. Radikalisasi agama yang tidak terkendali dapat menjadi sumber ancaman keamanan global, terutama dengan adanya jaringan teroris yang menggunakan agama sebagai alasan untuk melakukan tindakan kekerasan. Mengingat dampak-dampak negatif tersebut, semakin pentinglah kegiatan-kegiatan untuk mengatasi masalah intoleransi beragama dengan serius. Kampanye media sosial tentang toleransi beragama menjadi semakin relevan dan penting. Dengan memanfaatkan kekuatan media sosial, kampanye ini dapat menginspirasi dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya moderasi beragama serta memperkuat hubungan antaragama yang harmonis.