Ayat tersebut menegaskan bahwa umat Islam diperintahkan untuk menjalani sikap moderat dan seimbang, sebagai umat yang berada di tengah-tengah. Konsep “umat wasathan” mengandung makna sikap pertengahan, moderat, dan tidak ekstrem. Oleh karena itu, moderasi beragama harus menonjolkan sikap moderat, tidak ekstrem, dan seimbang dalam menyikapi radikalisme atau ekstremisme.
Terlebih lagi, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa radikalisme atau ekstremisme di Indonesia umumnya tidak disebabkan oleh pemahaman keagamaan yang radikal atau ekstrem, melainkan lebih banyak dipengaruhi oleh ketimpangan ekonomi dan politik yang diperlihatkan oleh sebagian elit politik dan kelompok oligarki. Oleh karena itu, pendekatan terhadap masalah radikalisme haruslah menyertakan penyelesaian terhadap ketidakadilan ekonomi dan politik.
Menyemai Cinta Damai
Moderasi beragama tidak berarti kompromi terhadap keyakinan, melainkan sebuah upaya untuk menyemai cinta damai dan harmoni di tengah masyarakat. Ini adalah langkah proaktif untuk mencegah konflik dan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Karena sesuai dengan isi sila ketiga yang bermakna, ‘Persatuan Indonesia’. Nilai persatuan dan kesatuan sangat penting, sehingga banyak orang yang rela dipecah belah oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kesimpulan Revolusi damai melalui moderasi beragama adalah gerakan yang harus terus dikembangkan. Ini bukan hanya tentang menghindari konflik, tetapi juga tentang membangun masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan harmonis. Dengan demikian, kita dapat menciptakan dunia yang lebih damai untuk generasi sekarang dan yang akan datang.